Selasa, 09 Oktober 2012

laporan praktikum asam dan basa

1.JUDUL
PRAKTIKUM ASAM - BASA

2. TEORI DASAR
salin teori asam dan basa yang ada di posting sebelumnya, yang ada kekuatan asam dan basa

3. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
1.botol bahan
2 botol larutan
3. plat tetes
4, pipet tetes
5. gunting
6. beker glass ( gelas kimia )

BAHAN :
1. kertas lakmus merah dan biru
2. indikator universal
3. penolftalein
4. metil red
5. brom timol blue
6. metil orange
7. amonia
8. airsabun
9. air detergen
10. air suling
11. asam asetat ( CUKA)
12. KOH
13. etanol ( alkohol )
14. NaCL
15. NaOH
16. HCL

LANGKAH KERJA
1. masukan kertas lakmun pada plat tetes
2. masukan indikator larutan kedalam plat tetes
3. masukan bahan yang akan di uji kedalam plat tetes menggunakan pipet tetes
4. perhatikan perubahan warna pada bahan yang di uji
5. tuliskan perubahan atau hasil dari bahan praktikum
6. bila selesai cuci plat tetes dan keringkan

PENGAMATAN 


NO
NAMA ZAT
`KERTAS LAKMUS
PP
BTB
MR
MO
MERAH
BIRU
1
AMONIA
BIRU
BIRU
MERAH MUDA
BIRU
KUNING
ORANGE
2
AIR SABUN
BIRU
BIRU
UNGU
BIRU
KUNING
ORANGE
3
AIR DETERGEN
BIRU
BIRU
UNGU
BIRU
KUNING
ORANGE
4
AIR SULING
MERAH
BIRU
TAK BERWARNA
BIRU
MERAH MUDA
ORANGE
5
ASAM ASETAT
MERAH
MERAH
TAK BERWARNA
KUNING
MERAH MUDA
MERAH
6
KOH
BIRU
BIRU
UNGU
BIRU
KUNING
ORANGE
7
ETANOL
MERAH
BIRU
TAK BERWARNA
BIRU
MERAH MUDA
ORANGE
8
NaCL
MERAH
BIRU
TAK BERWARNA
BIRU
MERAH MUDA
ORANGE
9
NaOH
BIRU
BIRU
UNGU
BIRU
KUNING
ORANGE
10
HCL
MERAH
MERAH
TAK BERWARNA
KUNING
MERAH
MERAH
 
 

Rabu, 03 Oktober 2012

tugas biografi pahlawan


R.E. Martadinata
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/4/42/Martadinata_-_cropped.JPG
Laksamana R.E. Martadinata
Laksamana Laut Raden Eddy Martadinata Nrp.36/P (lahir di Bandung, Jawa Barat, 29 Maret 1921 – meninggal di Riung Gunung, Jawa Barat, 6 Oktober 1966 pada umur 45 tahun) atau yang lebih dikenal dengan nama R.E. Martadinata adalah tokoh ALRI dan pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter di Riung Gunung[1] dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta
Riwayat Hidup
Lahir di Bandung, 29 Maret 1921. Pendidikan HIS di Lahat 1934, MULO di Bandung 1938, AMS di Jakarta 1941 dan Sekolah Pelayaran Tinggi.
Ia tidak sempat menyelesaikan Sekolah Tehnik Pelayaran karena pendudukan Jepang. Selanjutnya ia masuk Sekolah Pelayaran Tinggi yang diselenggarakan Jepang. Selama mengikuti pendidikan, ia tampak menonjol sehingga diangkat menjadi Guru Bantu. Tahun 1944, ia diangkat sebagai Nahkoda Kapal Pelatih.
Ia menghimpun pemuda bekas siswa Pelayaran Tinggi dan mereka berhasil merebut beberapa buah kapal milik Jepang di Pasar Ikan Jakarta. Selanjutnya mereka menguasai beberapa kantor di Tanjung Priok dan Jl Budi Utomo Jakarta. Setelah pemerintah membentuk BKR, pemuda-pemuda pelaut bekas pelajar dan guru Sekolah Pelayaran Tinggi serta pelaut-pelaut Jawa Unko Kaisya yang dikoordinir oleh M. Pardi, Adam, Martadinata, Surjadi Untoro dll membentuk BKR Laut Pusat yang dalam perjalanannya berubah menjadi TKR Laut, diubah lagi menjadi TRI Laut dan bulan Februari berganti lagi menjadi ALRI.
R.E. Martadinata menikah dengan Soetiarsih Soeraputra dikarunia 5 putri 2 putra yaitu : 1. Soehaeny Martadinata 2. Siti Khadijah Martadinata 3. Siti Judiati Martadinata 4. Irzansyah Martadinata 5. Siti Mariam Martadinata 6. Vittorio Kuntadi Martadinata 7. Roswita Riyanti Martadinata
Penugasan
Ketika menjabat sebagai Kepala Staf Operasi V (Bagian Perencana), Martadinata mencurahkan perhatian dalam penyelesaian keruwetan ALRI. Salah satunya adalah soal kedudukan dan pembagian tugas antara MBU. ALRI di Yogyakarta dengan Markas Tertinggi (MT). ALRI yang berkedudukan di Lawang, yang dibentuk berdasarkan spontanitas pemuda-pemuda pelaut di Jawa Timur ia menginginkan agar perwira-perwira senior di Yogyakarta dan di Lawang dapat menyatukan diri dalam wadah Markas ALRI yang tunggal. Januari 1947 dibentuk Dewan Angkatan Laut (DAL) yang diserahi tugas menyelesaikan masalah tersebut.
Penugasan berikutnya adalah mendirikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) di Kalibakung - Tegal dan dilanjutkan dengan penugasan sebagai Kepala Pendidikan dan Latihan di Sarangan - Magetan tahun 1948 yang kemudian dikenal dengan nama Special Operation (SO). Martadinata diberi tugas oleh KSAL Soebyakto untuk menyelenggarakan sekaligus memimpin SO karena menurut KSAL Soebyakto, S.O merupakan lembaga pendidikan lanjutan untuk para perwira laut, Pendidikan tersebut diselenggarakan khusus untuk mempersiapkan para perwira laut yang akan bertugas memimpin armada kapal-kapal cepat. Kapal tersebut dirancang bisa menembus Blokade Belanda, agar pasukan Republik tetap memperoleh senjata dan amunisi untuk meneruskan perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Pendidikan S.O mengambil tempat di Telaga Sarangan, Lereng Gunung Lawu, Jawa Timur.
Ketika berlangsung Agresi Militer Belanda II, Ia ditunjuk sebagai Wakil Kepala Staf AL Daerah Aceh (ALDA) yang bertugas untuk mengendalikan kegiatan staf yang mencakup dua bidang yakni melaksanakan pendidikan dan mengkoordinasi kegiatan "Armada Penyelundup" senjata dari luar negri untuk membantu perjuangan. Bulan Oktober 1949 ia kembali ke Jawa dan diangkat menjadi Kepala Staf Komando Daerah Maritim Surabaya tahun 1950. Saat itu sudah tercapai gencatan senjata antara RI dan Belanda. Sesuai kesepakatan, Belanda menyerahkan peralatan perangnya kepada Angkatan Perang RI, salah satu diantaranya Kapal Perang HrMS Morotai yang kemudian diubah namanya menjadi RI Hang Tuah dan R.E. Martadinata diangkat menjadi Komandannya. RI Hang Tuah merupakan Kapal Perang terbesar saat itu, digunakan untuk operasi-operasi militer menumpas pemberontakan gerombolan Andi Azis di Ujung Pandang dan RMS di Maluku.
Martadinata kemudian berkesempatan mengikuti pendidikan United States Navy Post Graduate School di AS pada tahun 1953. Selesai mengikuti pendidikan di AS, ia mendapat tugas khusus selama tiga tahun sepanjang tahun 1957-1959 di Italia untuk mengawasi pembuatan 2 kapal korvet (Almirante Clemente Class) yang dipesan RI yaitu RI Soerapati dan RI Imam Bondjol. Pada kurun waktu tersebut Martadinata juga sekaligus bertugas mengawasi pembuatan kapal pesanan ALRI di Yugoslavia. Sekembalinya dari Italia, ia diangkat menjadi Hakim Perwira pada pengadilan Tentara di Medan Jakarta dan Surabaya.
Pada tahun 1959, terjadi pergolakan di dalam tubuh ALRI yaitu adanya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan KSAL yang pada saat itu dipimpin oleh Laksmana Madya Soebyakto, beberapa perwira yang dimotori oleh Mayor Laut Yos Soedarso dan Mayor KKO. Ali Sadikin (kemudian disebut sebagai Gerakan 1959) menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan permohonan penggantian KSAL dengan damai dan tanpa kekerasan. Pada awalnya Presiden Soekarno tidak menyetujui permohonan tersebut namun setelah melihat bahwa Gerakan tersebut mendapat dukungan hampir sebagian besar staff ALRI maka Presiden Soekarno memanggil Laksamana Madya Soebiyakto untuk mendiskusikan Gerakan 1959. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menyampaikan rencana penggantian KSAL dan ketika Presiden menanyakan siapakah calon yang cocok untuk menjadi KSAL maka Laksmana Madya Soebiyakto mengusulkan Kolonel Laut R.E. Martadinata - yang pada saat itu masih memimpin satuan ALRI mengawasi pembuatan kapal pesanan ALRI di Italia - sebagai penggantinya karena dianggap netral. Setelah menjabat, maka dengan sekuat tenaga ia berhasil mendamaikan kembali golongan-golongan yang saling berlawanan sehingga ALRI tetap utuh dan bersatu.
Ketika menjabat KSAL yang kemudian dirubah menjadi Menteri/Panglima Angkatan Laut, Angkatan Laut Republik Indonesia memiliki kekuatan yang disegani di kawasan Asia Pasifik seiring dengan meningkatnya konfrontasi dengan Belanda berkaitan dengan perebutan Irian Barat. Dengan dicanangkannya TRIKORA, maka ALRI membeli peralatan tempur dari Rusia dengan jumlah yang cukup banyak antara lain: 1 Cruiser (Sverdlov Class), 8 Destroyer (Skory Class), 8 Frigate (Riga Class), 12 Submarine (Wishkey Class) dan kapal kapal pendukung lainnya yang berjumlah hampir lebih dari 100 buah kapal. Selain itu dibeli pula pesawat udara IL-28 (torpedo bomber) serta Helikopter MI-4.
Pada tahun 1965, terjadi kembali pergolakan di dalam tubuh ALRI yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan Perwira Progresif Revolusioner (GPPR). Gerakan ini mengikuti pola Gerakan 1959 yaitu menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan laporan terjadinya kemerosotan kinerja Angkatan Laut karena dikelola oleh para perwira yang tidak profesional serta ketidakpuasan dengan kepemimpinan R.E. Martadinata sebagai Menteri/Panglima Angkatan Laut. Karena gerakan ini dianggap sebagai pelanggaran militer dan sesuai saran dari Letnan Jenderal Ahmad Yani yang ketika itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, maka hampir kurang lebih 150 perwira yang terlibat dalam gerakan tersebut dimana termasuk diantaranya J.E. Habibie (Mantan Dubes RI di Belanda) dan Pongky Soepardjo (Mantan Dubes RI di Finlandia) dikeluarkan dari dinas Angkatan Laut
Ketika terjadi pemberontakan G.30.S/PKI tahun 1965, dalam kapasitas sebagai Menteri/Panglima Angkatan Laut, R.E. Martadinata segera memberikan reaksi mengutuk gerakan tersebut dan menyatakan ALRI bekerjasama dengan AD untuk menumpas G.30.S/PKI. Tindakannya tersebut ternyata tidak disenangi oleh Presiden Soekarno sehingga jabatannya sebagai Menteri/Panglima Angkatan Laut dicopot dan digantikan oleh Laksamana Muda Mulyadi. Martadinata kemudian diangkat menjadi Duta Besar dan Berkuasa penuh RI untuk Pakistan.
Dalam rangka menyambut hari ulang tahun ABRI ke-21, R.E. Martadinata kembali ke Indonesia mendampingi 3 tamu dari Pakistan yaitu Kolonel Laut Maswar bersama istri serta Nyonya Rouf, istri dari Deputy I Kepala Staff Angkatan Laut Pakistan. Pada tanggal 6 Oktober 1966, mereka mengadakan perjalanan menaiki helikopter Alloutte II milik ALRI dengan dikemudikan pilot Letnan Laut Charles Willy Kairupan yang ternyata helikopter yang dikemudikannya menabrak bukit dan dalam kecelakaan tersebut seluruh penumpang dan pilot termasuk Laksamana Laut R.E.Martadinata tewas. Pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional karena pengabdiannya untuk negeri ini.



Senin, 01 Oktober 2012

KARYA TULIS RADITYA DIKA
Novel
2005 - Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh
2006 - Cinta Brontosaurus
2007 - Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa
2008 - Babi Ngesot: Datang Tak Diundang Pulang Tak Berkutang
2010 - Marmut Merah Jambu
2011 - Manusia Setengah Salmon

Komik (bersama Dio Rudiman)
2008 - Komik Kambing Jantan
2011 - Komik Kambing Jantan 2

FILMOGRAFI
Pemeran
KAMBING JANTAN: THE MOVIE (2009)

Penulis skenario
MALING KUTANG (2009)
Asam Basa – Dalam mempelajari asam-basa maka kita tidak luput dihadapkan pada seberapa kuat suatu asam dan basa. Apakah suatu zat bersifat sebagai asam kuat, asam lemah atau basa kuat, lalu bagaimanakah kita dapat menentukan kekuatan asam atau kekuatan basa suatu zat?

Yang menjadi penentu kekuatan asam atau basa adalah adalah posisi kesetimbangan reaksi disosiasi asam atau basa dalam air. Sebagai contoh suatau HA dalam air akan mengalami reaksi disosiasi sebagai berikut:

HA + H2O <-> H3O+ + A-

Asam kuat adalah zat dimana reaksi kesetimbangan disosiasinya mengarah jauh ke arah kanan, akibatnya pada keadaan setimbang hampir seluruh asam HA terdisosiasi menjadi H3O+ dan A-. Materi Asam Basa

Sedngakan asam lemah berkebalikan dengan asam kuat yaitu reaksi kesetimbangan disosiasinya mengarah jauh ke arah kiri, jadi sangat sedikit sekali HA yang akan terdisosiasi menjadi H3O+ dan A-.

Untuk menentukan besarnya kekuatan asam yang satu dengan yang lainnya maka kita bisa mengukur harga Ka-nya (Konstanta disosiasi asam) yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

HA + H2O <-> H3O+ + A-

Ka = [H3O+][A-] / [HA][H2O]

Rumus diatas dapat disederhanakan menjadi:

Ka = [H+][A-] / [HA]

Yang perlu diperhatikan bahwa H+ diatas mewakili H3O+. Ka adalah tetapan kesetimbangan asam oleh karena itu nilainya sangat dipengaruhi oleh temperatur. Semakin kecil nilai Ka mengindikasikan bahwa asam tersebut adalah asam lemah begitu juga sebaliknya.

Lalu mengapa dibuku-buku pelajaran kimia hanya asam lemah saja yang memiliki nilai Ka sedangakan asam kuat tidak memiliki nilai Ka?

Sebenarnya asam kuat juga memiliki nilai Ka, akan tetapi nilai Ka asam kuat sangat sulit diukur secara tepat disebabkan kita tidak bisa menghitung secara pasti konsentrasi HA pada kondisi setimbang. Ingat bahwa asam kuat kesetimbangannya jauh ke arah kanan sehingga besarnya konsentrasi HA yang tidak terdisosiasi sukar untuk ditentukan.

Bagaimana dengan basa?

Materi Asam Basa – Untuk basa hal yang sama seperti diatas dapat diterapkan, missal suatau basa BOH akan terdisosiasi dalam air sebagai berikut:

BOH <-> B+ + OH-

Dan tetapan disosiasi basanya adalah sebagai berikut:

Kb = [B+][OH-] / [BOH]

Berbeda dengan asam tetapan disosiasi basa dilambangan dengan Kb (huruf a dan b pada lambang tetapan disosiasi asam dan basa menyatakan a untuk acid yaitu asam dan b untuk base atau basa).

Sekali lagi Ka dan Kb adalah tetapan kesetimbangan khusus yang menunjukan reaksi disosiasi asam dan basa dalam larutan air. Seperti halnya harga tetapan kesetimbangan yang lain maka nilai Ka dan Kb sangat dipengaruhi oleh temperatur.

Tabel Kekuatan Asam
Asam Kuat    Asam Lemah
HCl    CH3COOH
H2SO4    H2CO3
HNO3    H2S
HBr    HCN
HI    HCOOH
HClO4    dll
dll   
Tabel Kekuatan Basa
Basa Kuat    Basa Lemah
NaOH    NH4OH
KOH   
Ba(OH)2   
Sr(OH)2   
Ca(OH)2   
Mg(OH)2   
Semua basa dari golongan IA dan IIA,kecuali Be(OH)2